Setiap kali lebaran tiba, pastinya fenomena macet akan menghiasi kabar di televisi atau media lainnya. Mengapa hal ini selalu terjadi setiap tahun dan apakah fenomena macet ini dapat diatasi?. Tentunya setiap orang ingin perjalanan mudiknya lancar, kondusif dan tanpa kendala lain. Jalan tol sudah dibuat, transportasi umum sudah cukup, kemudian mengapa macet tetap saja ada?.
Coba anda rasakan berada di jalan selama 24 jam tanpa bergerak, bagaimana rasanya?. Lelah, Capek, Bete, Stress dan Frustasi niscaya melanda. Ada beberapa fenomena yang aku amati semenjak dari dahulu diantaranya: Dahulu titik kemacetan terjadi di wilayah jalur pantura atau nagreg. Sekarang ini sehabis Tol Cipali sekalipun dibangun, macet tetap terjadi di pintu keluar Brebes. Makara pembangunan tol semata-mata hanya memindahkan lokasi kemacetan saja. Lantas faktor apalagi yang menciptakan kemacetan parah ini dapat terjadi? Apakah gara-gara si Komo lewat?. Jika tidak diantisipasi dari kini maka tahun selanjutnya hal serupa niscaya akan terjadi. Saya coba menciptakan analisa asal-asalan, daripada tidak posting sama sekali hari ini.
Pertama, intinya panjang jalan di Pulau Jawa relatif masih cukup untuk menampung kendaraan supaya dapat bergerak normal. Masalahnya ada ketidaknormalan dapat terjadi bila jalan tersebut dipenuhi ratusan hingga jutaan kendaraan dalam satu waktu. Mau sebagus apapun rekayasa kemudian lintas, tetap saja macet tidak dapat dicegah.
Kedua, pertumbuhan kendaraan di Indonesia sangat cepat, aku tidak tahu persis angkanya. Yang terang setiap tahu niscaya pemilik kendaraan bermotor akan bertambah. Apalagi akomodasi kredit yang praktis menciptakan orang kini sangat praktis membeli kendaraan.
Ketiga, banyak pertemuan jalur yang menjadikan kemacetan. Misalnya di Brebes ada pertemuan arus darri pentura dan cipali. Ya sudah niscaya akan bertemu dan tidak dapat bergerak. Artinya perlu dibangun flyover untuk mengatasi hal ini. Saya sendiri sering melihat, lampu kemudian lintas di Indonesia ini memang ajaib, lampu merah nya 60 detik, lampu hijaunya 20 detik.
Keempat, banyak pasar tumpah di sepanjang jalur mudik. Dimana-mana yang namanya pasar niscaya padat dan tentu menjadikan kemacetan. Lalu bagaimana?. Mau dihentikan jualan?. Nanti melanggar HAM lagi.
Kelima, jumlah pendatang yang pergi ke Jabodetabek tiap tahunnya meningkat. Kenapa sih nyari kerja harus di Jakarta?. Ya, terserah gue, lu pikirin aja hidup lu sendiri?. Ini menunjukan masih adanya ketimpangan pertumbuhan wilayah di Jawa. Kota Jakarta dan sekitarnya berkembang jauh dibanding tempat lain. Hal ini berdampak pada arus urbanisasi yang besar akhirnya Jakarta menjadi lautan insan pendatang (imigran).
Macet Lagi, pic: http://berita.suaramerdeka.com/ |
Setiap orang intinya berhak mencari rezeki dimanapun, tidak ada yang melarang. Namun bagaimana mengatasi duduk kasus kemacetan ini yang selalu terjadi di kala lebaran tiba. Saya pikir administrasi transportasi pulang kampung perlu ditingkatkan. Menurut aku cara terbaik ialah membagi aktivitas pulang kampung para pekerja?. Apakah bisa?. Saya tidak tahu, barangkali saja ada jago yang dapat menjawab. Kelancaran perjalanan tergantung pada level normal jumlah kendaraan yang melewati jalan itu sendiri. Artinya setiap ruas jalan punya level kritis. Jika sudah melewati batas level tersebut maka terjadilah macet.
Balik lagi bisakah pulang kampung ini dimanage alias di jadwal?.
Misalkan ada 100.000 penduduk di Jakarta sedangkan satu panjang ruas jalan hanya dapat lancar kalau dilalui maksimal 20.000 kendaraan sehari maka ada 5 waktu perjalanan yang dialokasikan. Artinya nanti setiap penduduk yang pulang kampung wajib mendaftar baik pekerja kantoran, wiraswasta atau gembel sekalipun alias di data terlebih dahulu. Setelah itu akan direkap dan diberikan aktivitas waktu mudiknya. Jika melanggar maka akan kena sanksi, gitu aja kok repot?. Masalah lainnya lagi ialah waktu libur karyawan, nah ini tentunya harus disikapi masing-masing bagaimana solusinya. Yang terang niscaya setiap orang ingin pulang kampung nyaman, lancar jaya tanpa macet. Kalau begitu ya harus diatur donk.
Mau pulang kampung H-3, H-10 ke ya terserah saya, ngapain ngurusin?. Ya memang hal ini terkesan formal sekali, atau mungkin melanggar HAM. HAM lagi HAM lagi, enek aku mendengar HAM. Lalu KAM alias Kewajiban Asasi Manusia udah dijalankan belum?.Haaa.
Saya hanya bias berdoa semoga yang pulang kampung selamat hingga tujuan dan kalau terjebak kemacetan, maka kesabaran anda sedang diuji. Selamat Idul Fitri. Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Share This :
comment 0 comments
more_vert