Hampir semua lembaga survei menyebutkan bahwa minat baca di Indonesia sangatlah rendah, Merujuk information yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik tahun 2012, sebanyak 91,58 persen penduduk Republic of Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas lebih suka menonton televisi.begitu juga pada Tahun 2015, Perpustakaan Nasional juga melakukan kajian. Hasilnya, minat baca masyarakat juga menunjukkan angka 25,1 atau kategori rendah. Terlebih lagi sebuah studi internasional "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada 2016 lalu, Republic of Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Republic of Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).
Merujuk dari hasil survei di atas, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadikan literasi sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional yaitu dengan gerakan literasi sekolah (GLS), tidak hanya itu dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 revisi 2017 literasi juga menjadi unsur yang harus dimasukkan di dalamnya. Hal ini tentu saja karena pemerintah, yang dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menaruh perhatian besar dan usaha melakukan perbaikan dalam gerakan literasi sekolah secara nasional.
Gerakan literasi sekolah akan berhasil jika pihak sekolah dalam hal ini guru dan tenaga kependidikan bersinergi dalam mewujudkannya, harapan untuk mewujudkan generasi emas tahun 2045 akan terwujud salah satunya dengan jalan menggalakkan kegiatan literasi di sekolah, sebagai bekal kompetensi siswa dari bacaan yang memperkaya khazanah keilmuan, kompetensi, maupun daya saing secara global.
Guru adalah ujung tombak pelaksana kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah, di tangan guru lah kunci keberhasilan setiap plan yang sudah dirancang sedemikian rupa. Terkait masalah literasi di sekolah guru pun harus memiliki inovasi agar peserta didik terbiasa dengan kegiatan literasi sejak dini, tanpa inovasi maka penguatan literasi akan berjalan di tempat.
Sebagai seorang guru di SDN 2 Tanjung kabupaten tabalong, penulis melihat rendahnya literasi siswa , survey yang dirilis dari BPS, Perpustakaan Nasional, dan Central Connecticut State University adalah fakta di lapangan yang tak terpungkiri. Sebuah realitas menunjukkan bahwa bagaimana siswa menghabiskan waktunya tidak dengan membaca atau menulis, namun menonton televisi, akses network seperti media sosial atau bermain game, tanpa adanya minat terhadap buku-buku yang sudah tersedia.
Rendahnya minat terhadap iterasi ini dapat dilihat dari keinginan untuk membaca buku. Jangankan buku yang berbayar, buku yang disediakan complimentary di perpustakaan sekolah, daerah maupun perpustakaan swasta hampir tidak pernah dikunjungi karena memang bagi mereka bukan sesuatu yang menarik.
Berdasarkan fenomena rendahnya minat literasi di atas, penulis melakukan terobosan agar siswa memiliki minat terhadap literasi yaitu dengan melakukan penanaman literasi dibalik meja.
Inspirasi seperti ini didapatkan dari meja-meja di tempat makan yang ada tulisannya berupa iklan, promosi ataupun hal-hal yang lain. Disadari atau tidak, adanya tulisan di meja hadapan kita membuat otak kita otomatis akan memberikan respon untuk membacanya, terlebih lagi di saat kita menunggu sesuatu dan ada tulisan di depan kita, tentu tulisan itu yang menjadi fokus utama.
Gerakan literasi ini berdasarkan kajian yang mendalam terhadap rendahnya minat siswa terhadap sebuah bacaan baik itu yang ada di perpustakaan maupun yang ada di perpustakaan kelas, buku-buku itu hampir tidak tersentuh terlebih lagi tidak ada arahan dari pihak sekolah untuk membiasakan membaca buku. Setiap waktu senggang, siswa menghabiskan waktu dengan berbelanja, bermain dan melakukan sesuatu yang mereka senangi tapi tidak untuk literasi dan itulah kenyataan yang tentu saja menjadi tantangan seorang guru agar mampu memecahkan masalah rendahnya minat literasi siswa SDN 2 Tanjung.
Penulis berfikir bahwa untuk menanamkan literasi sejak dini harus ada sesuatu yang berbeda dan yang paling sering mereka temui setiap saat. Memulai dan membiasakan minat terhadap literasi adalah hal paling utama yang menjadi tujuan penulis karena seperti sebuah istilah “bisa karena biasa, kebiasaan yang berulang akan menjadi karakter”.
Penulis tertuju pada sebuah meja di tempat mereka duduk sehari-hari untuk melaksanakan kegiatan belajar. Meja menjadi tempat yang paling sering mereka lihat sehari-hari, bukan gambar atau tulisan di dinding yang selama ini lazim dilakukan dan itu belum terbukti menumbuhkan minat siswa terhadap literasi.
tahapan pelaksanaan kegiatan literasi di balik meja ini adalah menyiapkan bahan-bahan sebagai berikut :
1. Taplak Meja Plastik Transparan
2. Paku payung
3. Kumpulan Cerita
Setelah semua bahan terkumpul, penulis kemudian mengimplementasikan rancangan kegiatan ini. Pertama, guru bersama siswa mengukur ukuran plastik transparan untuk diletakkan di meja masing-masing. Setelah ukuran didapatkan maka setiap plastik dipotong dengan ukuran yang sama dan ditempelkan ke meja masing-masing dengan paku payung. Kumpulan cerita hasil unduhan dari berbagai macam sumber yang sesuai dengan tingkat kognitif siswa kemudian diletakkan di balik taplak meja transparan siswa dengan judul cerita yang tidak sama untuk masing-masing individu.
Durasi membaca cerita tidak ditentukan bisa kapan saja. Namun untuk assesmen, iii hari sekali mereka bertukar bahan cerita dengan temannya yang lain untuk memperkaya bahan bacaan, dan setiap iii hari juga guru meminta siswa secara acak untuk bercerita dari apa yang mereka baca di depan kelas.
Kegiatan seperti ini memiliki manfaat untuk mengetahui tingkat minat mereka terhadap bacaan dan melatih kemampuan berbicara di depan umum. Walaupun dalam pelaksanaannya tidak semua siswa lancar dalam bercerita, guru kemudian membimbing dan menjelaskan bagaimana bercerita agar lebih menarik di depan teman-temanya. Satu kertas saja bisa berarti banyak buat siswa dan menjadi sarana penguatan literasi di kelas.
Kombinasi membaca dan berbicara seperti ini sangatlah unik, karena siswa secara langsung dan tidak langsung membaca apa yang ada di balik meja, setiap saat mereka duduk pandangan mereka tidak jauh dari meja, dan disitulah misi terhadap penanaman literasi mulai bisa dijalankan, dari hal yang sederhana dengan membaca kertas di balik meja, tentu saja membuat siswa haus akan bacaan dan berusaha menambah bacaan-bacaan lain di luar yang mereka dapatkan di meja.
Setelah kegiatan literasi di balik meja ini, penulis menemukan hal-hal yang berbeda dari siswa yaitu tuntutan terhadap bacaan-bacaan baru menjadi permintaan siswa yang tentu dengan sekuat tenaga guru berusaha mewujudkannya. Begitu pula di saat mereka terlibat percakapan, cerita-cerita yang mereka sudah baca menjadi bahan pembicaraan yang tentu saja menambah minat masing-masing siswa untuk semakin giat membaca.
Terlepas berhasil tidaknya gerakan literasi di balik meja ini adalah niat seorang guru dalam melaksanakannya dan siap sedia menyediakan bahan bacaan yang bermutu buat siswa, biarlah siswa memulainya dari kertas kemudian dilanjutkan tingkatannya membaca sebuah buku.
Penanaman literasi sejak dini akan menjadi kebiasaan yang akan terus tertanam dalam jiwa siswa karena segala sesuatu yang dibiasakan sejak dini akan berpengaruh terhadap karakternya di masa depan. Benar kiranya pujangga arab mengatakan “’Al’ilmu fis shigari kannaqsyi ‘alal hajari’ yang artinya ilmu yang ditanamkan sejak dini bagaikan mengukir di atas batu. Kebiasaan yang rutin dan terjadwal akan mengakar kuat dalam dirinya sehingga harapan guru ke depannya siswa mampu berbuat lebih banyak dengan luasnya pengetahuan yang dia miliki, ke depannya tidak hanya menjadi penonton namun menjadi penampil yang kompeten.
Penulis berharap gerakan seperti ini dilaksanakan di setiap sekolah di Indonesia, dan tentu saja memohon pemerintah agar menyediakan bahan bacaan singkat seperti selebaran, poster yang bisa menjadi materi baca anak dalam kegiatan literasi di bawah meja.
Mulailah dengan hal paling kecil dan paling dekat itulah modal utama penulis melaksanakan penanaman literasi di balik meja, seiring waktu minat dan rasa penasaran siswa akan bahan bacaan yang lain tentu akan bertambah, sehingga harapan pemerintah untuk meningkatkan minat literasi akan semakin meningkat, yang artinya Republic of Indonesia dengan kuatnya budaya literasi Republic of Indonesia akan memiliki Sumber daya Manusia yang kompeten di masa yang akan datang dan mampu sejajar dengan negara-negara lain.
Share This :
comment 0 comments
more_vert