Kalian tentu sering bertanya kenapa ada kawasan atau kota yang berkembang dengan pesat dan ada yang lambat. Potensi dan kemampuan tiap wilayah tidak sama dan persoalan pokok yang dihadapi tidak sama sehingga perjuangan pembangunan sektoralnya berbeda. Itulah sebabnya tidak semua kawasan sanggup menjadi kutub pertumbuhan. Lihatlah perbedaan Jabodetabek dengan Cianjur atau Sukabumi misalnya. Baca juga: Teori Tempat Sentral
Teori lokasi klasik ternyata tidaklah berlaku secara tepat lantaran beranggapan bahwa semua aktivitas berlangsung di atas permukaan yang sama, perbedaan geografis ditiadakan, akomodasi transportasi tersedia ke semua arah, materi baku industri, pengetahuan teknis dan kesempatan produksi yaitu seragam di semua wilayah (homogen).
Kawasan Industri Karawang, pic:lokerkarwang |
Akibat dari ketidaksempurnaan teori lokasi klasik itu maka munculah fatwa gres yaitu Teori Kutub Pertumbuhan atau Growth Pole Theory. Francois Perroux menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di semua wilayah, namun tetapi terbatas pada beberapa unit tempat tertentu dengan variabel yang berbeda intensitasnya. Baca juga: Majalengka, calon kutub pertumbuhan baru
Mengikuti pendapat Perroux, hebat wilayah lain Hirschman menyatakan bahwa untuk mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi harus dibangun satu atau beberapa buah sentra kekuatan ekonomi dalam wilayah suatu negara atau disebut dengan pusat-pusat pertumbuhan (growth point atau growth pole). Menurut Perroux ada elemen yang sangat memilih dalam konsep kutub pertumbuhan yakni efek yang tidak sanggup dihindari dari suatu unit ekonomi terhadap unit ekonomi lainnya. Pengaruh tersebut semata-mata yaitu dominasi ekonomi yang terlepas dari efek tata ruang geografis dan dimensi tata ruang. Perusahaan-perusahaan yang menguasai dominasi ekonomi tersebut pada umumnya yaitu industri besar yang mempunyai kedudukan oligopolis dan punya efek yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas para langganannya. Baca juga: Teori Lokasi Weber
Pandangan Perroux ini mengenai proses kutub pertumbuhan sejalan dengan teori tata ruang ekonomi atau economic space theory dimana industri pendorong dianggap sebagai titi mula dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya. Dalam hal ini Perroux lebih menekankan pada aspek pemusatan pertumbuhan. Meski ada beberapa perbedaan pemfokusan arti industri pendorong namun setidaknya ada tiga ciri dasarnya yaitu:
- Industri pendorong harus relatif lebih besar kapasitasnya biar punya efek berpengaruh baik eksklusif atau tidak eksklusif terhadap pertumbuhan ekonomi.
- Industri pendorong harus merupakan sektor yang berkembang dengan cepat.
- Jumlah dan intensitas kekerabatan dengan sektor ekonomi lain harus penting sehingga besarnya efek yang ditimbulkan sanggup diterapkan kepada unit ekonomi lainnya.
Dari sisi tata ruang geografis, industri-industri pendorong dan industri lebih banyak didominasi akan melahirkan aglomerasi pada kutub pertumbuhan mereka berada (contoh Kawasan industri Cikarang). Makara industri yaitu awal mula dari adanya kutub pertumbuhan. Baca juga: Sejarah Globalisasi
Share This :
comment 0 comments
more_vert