Halo teman-teman guru seperjuangan gimana kabarnya nih?. Semoga baik-baik saja ya dan tetap semangat. Kali ini saya akan coba kisah sedikit pengalaman saya ketika menjadi guru hononer beberapa tahun lalu. Kisahnya akan sangat panjang tentunya dan gres kali terpikirkan untuk dituliskan alasannya dulu gak hobi nulis. Meskipun sudah 8 tahun berlalu tapi saya masih ingat kisah awal jadi guru honor dan akan saya tuliskan mumpung belum pikun, siapa tahu jadi sejarah nanti di masa bau tanah saya dan buat kisah ke anak cucu dan teman-teman lain yang membacanya. Kaprikornus guru honor memang banyak suka dukanya namun kita tentu harus tetap optimis melanjutkan kehidupan.
Jadi gini awal ceritanya, dulu saya kuliah di salah satu universitas di Tasikmalaya dan pastinya sudah tau lah namanya. Saya masuk Prodi Pendidikan Geografi tahun 2006 skiiiiiiiiiip, singkat kisah saya lulus juga di April 2010. Karena saya lulusan FKIP tentunya nanti harus jadi guru. Awal mula saya masuk prodi pendidikan guru, saya gak pernah ngerti ihwal sistem pendidikan terutama honorarium guru.
Jadi habis lulus alhamdulillah saya ditawari sobat lulusan PJOK untuk ngajar di salah satu sekolah swasta di tempat Sodonghilir. Namanya rezeki emang selalu tidak terduga. Lalu saya coba kontak sobat saya untuk menemui kepala sekolahnya. Lalu berangkatlah saya dari Sukaraja menuju Sodonghilir. Jalanannya luar biasa naik turun bukit dengan pemandangan yang luar biasa menakjubkan, namun hingga di Sodonghilir jalanan rusak parah dan tidak ada aspal sama sekali hanya watu dan lumpur. Dulu saya pakai motor Supra X dan tidak mengecewakan tangguh untuk melewati jalanan menyerupai itu.
Saya kemudian bertemu dengan kepala Madrasah Aliyah kala itu untuk basa-basi biasa. Ibu kepala madrasah tersebut sangat ramah dan lezat diajak bicara. Setelah berbincang usang tibalah di monen krusial ialah seputar bayaran alias gaji. Saya waktu itu diamanahi untuk ngajar sebanyak 16 jam jikalau tidak salah seminggu. Bayarannya...eng...ing..eng...........12.500 rupiah per jam. Kaprikornus total 16 jam x 12.500 = 200.000 rupiah per bulan. Kok bisa?. Kaprikornus ternyat di sistem honor guru ada yang jam mati dan jam hidup, buset deh apalah itu. Karena sistem jam mati maka satu ahad itu sama aj dengan satu bulan bayarnya, ahli kan Indonesiaku.
Pertama kali mendengar hal tersebut saya tentu pribadi termangu tapi ya sudahlah anggap saja sebagai pengalaman pertama ngajar alasannya gres lulus sekalian sambil belajar. Ternyata di kuliahan saya tidak dikasih tahu ihwal sistem penggajian model honor di Indonesia dan gres tahu betul ketika sudah di lapangan. Tapi by the way itu masa kemudian dan menjadi sejarah dan kisah klasik bagi saya.
Meskipun begitu tapi saya bersyukur alasannya dari guru honor ini lah yang membuka pintu keberhasilan saya selanjutnya menjadi guru profesional, gak papa lah sedikit hiperbola. Mau tahu kisah selanjutnya ihwal suka sedih jadi guru honor dan kisah saya dapat jadi guru berprestasi nasional/blogger/penulis ketika ini?.
Nantikan di goresan pena saya berikutnya, jadi jangan lupa like blog saya ya dan jikalau mau tanya-tanya silahkan komen saja. O..ya alasannya dulu belum punya kamera jadi gak sempat foto-foto ihwal kondisi sekolah jaman dulu ketika jadi guru honor.
Jadi gini awal ceritanya, dulu saya kuliah di salah satu universitas di Tasikmalaya dan pastinya sudah tau lah namanya. Saya masuk Prodi Pendidikan Geografi tahun 2006 skiiiiiiiiiip, singkat kisah saya lulus juga di April 2010. Karena saya lulusan FKIP tentunya nanti harus jadi guru. Awal mula saya masuk prodi pendidikan guru, saya gak pernah ngerti ihwal sistem pendidikan terutama honorarium guru.
Jadi habis lulus alhamdulillah saya ditawari sobat lulusan PJOK untuk ngajar di salah satu sekolah swasta di tempat Sodonghilir. Namanya rezeki emang selalu tidak terduga. Lalu saya coba kontak sobat saya untuk menemui kepala sekolahnya. Lalu berangkatlah saya dari Sukaraja menuju Sodonghilir. Jalanannya luar biasa naik turun bukit dengan pemandangan yang luar biasa menakjubkan, namun hingga di Sodonghilir jalanan rusak parah dan tidak ada aspal sama sekali hanya watu dan lumpur. Dulu saya pakai motor Supra X dan tidak mengecewakan tangguh untuk melewati jalanan menyerupai itu.
Saya kemudian bertemu dengan kepala Madrasah Aliyah kala itu untuk basa-basi biasa. Ibu kepala madrasah tersebut sangat ramah dan lezat diajak bicara. Setelah berbincang usang tibalah di monen krusial ialah seputar bayaran alias gaji. Saya waktu itu diamanahi untuk ngajar sebanyak 16 jam jikalau tidak salah seminggu. Bayarannya...eng...ing..eng...........12.500 rupiah per jam. Kaprikornus total 16 jam x 12.500 = 200.000 rupiah per bulan. Kok bisa?. Kaprikornus ternyat di sistem honor guru ada yang jam mati dan jam hidup, buset deh apalah itu. Karena sistem jam mati maka satu ahad itu sama aj dengan satu bulan bayarnya, ahli kan Indonesiaku.
Aku yang sekarang |
Meskipun begitu tapi saya bersyukur alasannya dari guru honor ini lah yang membuka pintu keberhasilan saya selanjutnya menjadi guru profesional, gak papa lah sedikit hiperbola. Mau tahu kisah selanjutnya ihwal suka sedih jadi guru honor dan kisah saya dapat jadi guru berprestasi nasional/blogger/penulis ketika ini?.
Nantikan di goresan pena saya berikutnya, jadi jangan lupa like blog saya ya dan jikalau mau tanya-tanya silahkan komen saja. O..ya alasannya dulu belum punya kamera jadi gak sempat foto-foto ihwal kondisi sekolah jaman dulu ketika jadi guru honor.
Share This :
comment 0 comments
more_vert