Bagi Indonesia, globalisasi sanggup menjadi laba sekaligus bahaya kasatmata terutama bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk memilih posisi yang sanggup diambil terhadap dampak dari globalisasi, berikut ini empat kebijakan yang sanggup dipertimbangkan:
1. Menghapus banyak sekali jenis subsidi rakyat
Kebijakan menghapus banyak sekali jeis subsidi untuk rakyat bukanlah sebuah keputusan yang akil dan bijaksana. Apalagi jika dilakukan justru ketika sebagian besar masyarakat Indonesia sedang bergulat melawan krisis ekonomi. Latar belakang kebijakan ini sebenarnya yaitu untuk kepentingan negara-negara pengutang. Dalam kondisi krisis ekonomi, pembuat kebijakan tidak mau memikirkan keadaan rakyat yang sudah menderita sebab krisis tetapi justru menekankan rakyat untuk semakin berhemat biar Indonesia tetap sanggup membayar utang bersama bunganya meskipun terjadi penurunan devisa negara.
Globalisasi atau Neokolonialisme, pic:https://s-media-cache-ak0.pinimg.com |
Ironisnya di negara-negara kreditur utang tersebut, mereka justru tetapkan kebijakan santunan subsidi besar-besaran bagi rakyatnya dalam banyak sekali sektor kehidupan. Dari tahun ke tahun, jumlah subsidi itu terus bertambah, tidka pernah dikurangi sesen dollar pun. Padahal kondisi perekonomian secara umum dikuasai masyarakat negara-negara G-8 itu justru sangat stabil dan relatif maju.
2. Meliberalisasi Keuangan
Kebijakan untuk melaksanakan liberalisasi dalam bidang keuangan pada ketika krisis ekonomi 1997 ternyata telah mengakibatkan terpuruknya ekonomi Indonesia sampai ke titik paling rendah. Liberalisasi ini melahirkan satu janji untuk memakai dollar Amerika sebagai nilai kurs Indonesia. Awalnya harga 1 dollar AS hanya Rp. 2.500 namun ketika krisis ekonomi dollarmelonjak menjadi Rp. 19.000. Lonjakan ini menguntungkan para pemilik dolar namun di sisi lain memperburuk kondisi ekonomi Indonesia. Kenaikan ini berdampak pada berlipatnya jumlah utang luar berikut bunga sebab memakai standar US Dollar. Dampak lainnya yaitu harga barang impor melonjak tajam sehingga neraca pembayaran Indonesia pun ikut naik tajam. Akhirnya dollar tidak lagi sekedar nilai tukar namun sudah menjadi komoditas perdagangan.
Nampaknya pemerintah kita harus mencar ilmu dari Cina yang tetap bertahan tidak mengkurskan mata uangnya meski mendapat tekanan yang luar biasa dari negara-negara G8, terutama Amerika Serikat. Kebijakan yang diambil ini telah menciptakan RRC tidak terkena dampak krisis. Bahkan barang-barang produk RRC justru diminat pasar dunia ketika krisis sebab harganya murah dampak dari Yuan yang tidak dikurskan di perdagangan internasional.
3. Meliberalisasi Perbankan
Kebijakan untuk meliberalsiasi sektor perbankan ternyata semakin memperparah perekonomian nasional. Kebijakan ini mengakibatkan modal masyarakat sanggup saja dimasukan dalam bankasing. Kemudahan bank absurd beroperasi dan tingginya penawaran suku bunga dan banyak sekali kemudahan kemudahan dari bank-bank absurd mengakibatkan perbankan nasional harus bersaing secata ketat. Padahal dalam banyak sekali kasus perbankan nasional kerap kali dijadikan pundi-pundi dan dimanfaatkan oleh pengusaha dan pejabat negara untuk mengeruk keuntungan. Akibatnya, bank-bank nasional kerapkali rugi bahkan sering dibobol. Kerugian bank ini kerap kali harus ditutupi oleh BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yangbersanya mencapai puluhan triliun rupiah.
4. Melakukan Privatisasi
Privatisasi yaitu kebijakan untuk menjual sebagian atau seluruh saham BUMN (Badan Usaha Milik Negara) kepada bank swasta. Adapaun dasar penjualan saham BUMN umumnya didasarkan pada alasan klasik yaitu adanya salah pengelolaan dan korupsi yang melanda hampir seluruh BUMN.
Akibat salah pengelolaan dan kerugian yang terus menerus inilah yang lalu memunculkan ilham untuk menswastaskan atau memprivatisasi BUMN lebih efektif dan efisien dalam pengelolaannya. Baca Juga: Teori Lokasi Industri
Share This :
comment 0 comments
more_vert