Bagi seorang guru atau pendidik, membicarakan kurikulum tentunya akan terasa sangat menarik bahkan menggelikan khususnya di negeri ini. Menggelikan lantaran setiap beberapa periode kurikulum selalu berganti tanpa adanya persiapan yang matang dalam banyak sekali aspek sehingga hasilnya guru kelabakan di sekolah. Kurikulum secara sederhana sanggup diartikan sebagai sekumpulan perangkat/alat yang dipakai sekolah untuk mencapai tujuan sekolah itu sendiri.
Saya sudah beberapa kali mengikuti training perihal kurikulum khususnya kurikulum nasional dan sesudah dicermati, perubahan kurikulum di Indonesia lebih banyak bersifat administratif sedangkan esensi yang didapat tidak berubah, jadi guru nantinya sibuk merubah perangkat manajemen kurikulum bukan merubah pola pendekatan mencar ilmu bagi siswa. Kurikulum yaitu jantungya sebuah institusi pendidikan dan tanpa kurikulum yang handal maka proses pendidikan dan pembelajaran akan tidak berjalan baik dan keluar dari target. Kurikulum pendidikan yang berlaku di Indonesia ketika ini yaitu KTSP dengan pengembangan selanjutnya menjadi Kurikulum Nasional 2013. Pendekatan yang dipakai dalam kurikulum 2013 pada prinsipnya sudah modern yaitu mengacu pada Scientific Method menyerupai dalam Cambridge.
Dalam modul Cambridge Preparation yang saya baca, banyak sekali persiapan yang harus dilakukan oleh sekolah jikalau ingin menyelenggarakan aktivitas Cambridge. Kesiapan tersebut mulai dari guru, sarpras, sistem dan kebijakan sekolah dan lainnya. Memang perlu waktu bagi GIBS untuk mengeksekusi semua persyaratan yang ada bila ingin menggunakan kurikulum Cambridge secara utuh. Namun esensi Cambridge yang bisa sekolah ambil dan terapkan kini yaitu bagaimana mengaplikasikan pendekatan pembelajaran yang dipakai Cambridge yaitu menciptakan siswa menjadi “reflective learner”. Kata “reflective learner” bagi saya gres pertama kali didengar dan agak sulit nampaknya untuk mendefinisikan dengan terang maknanya.
Dari banyak sekali literasi yang saya cari memang belum ada definisi yang niscaya mengenai arti “reflective learner” namun dari karakteristik yang dicantumkan di modul Cambridge sanggup saya simpulkan bahwa “reflective learner” yaitu bagaimana membentuk siswa menjadi seorang pembelajar sejati, mencar ilmu bagaimana mencar ilmu dan bagaimana mengelola perubahan baik untuk dirinya maupun lingkungannya. Konsep “reflective learner” bahwasanya sama saja dengan metode pendekatan mencar ilmu holistik yang sudah diajarkan dalam Islam yaitu 4 tahapan “iqra”.
Saya sudah beberapa kali mengikuti training perihal kurikulum khususnya kurikulum nasional dan sesudah dicermati, perubahan kurikulum di Indonesia lebih banyak bersifat administratif sedangkan esensi yang didapat tidak berubah, jadi guru nantinya sibuk merubah perangkat manajemen kurikulum bukan merubah pola pendekatan mencar ilmu bagi siswa. Kurikulum yaitu jantungya sebuah institusi pendidikan dan tanpa kurikulum yang handal maka proses pendidikan dan pembelajaran akan tidak berjalan baik dan keluar dari target. Kurikulum pendidikan yang berlaku di Indonesia ketika ini yaitu KTSP dengan pengembangan selanjutnya menjadi Kurikulum Nasional 2013. Pendekatan yang dipakai dalam kurikulum 2013 pada prinsipnya sudah modern yaitu mengacu pada Scientific Method menyerupai dalam Cambridge.
Dalam modul Cambridge Preparation yang saya baca, banyak sekali persiapan yang harus dilakukan oleh sekolah jikalau ingin menyelenggarakan aktivitas Cambridge. Kesiapan tersebut mulai dari guru, sarpras, sistem dan kebijakan sekolah dan lainnya. Memang perlu waktu bagi GIBS untuk mengeksekusi semua persyaratan yang ada bila ingin menggunakan kurikulum Cambridge secara utuh. Namun esensi Cambridge yang bisa sekolah ambil dan terapkan kini yaitu bagaimana mengaplikasikan pendekatan pembelajaran yang dipakai Cambridge yaitu menciptakan siswa menjadi “reflective learner”. Kata “reflective learner” bagi saya gres pertama kali didengar dan agak sulit nampaknya untuk mendefinisikan dengan terang maknanya.
Dari banyak sekali literasi yang saya cari memang belum ada definisi yang niscaya mengenai arti “reflective learner” namun dari karakteristik yang dicantumkan di modul Cambridge sanggup saya simpulkan bahwa “reflective learner” yaitu bagaimana membentuk siswa menjadi seorang pembelajar sejati, mencar ilmu bagaimana mencar ilmu dan bagaimana mengelola perubahan baik untuk dirinya maupun lingkungannya. Konsep “reflective learner” bahwasanya sama saja dengan metode pendekatan mencar ilmu holistik yang sudah diajarkan dalam Islam yaitu 4 tahapan “iqra”.
1. Iqra yang pertama yaitu How to read?
Proses ini berawal dari mengamati (observe) objek-objek di lingkungan sekitar menggunakan panca indera. Pengamatan inilah yang membuka logika insan dalam mencari tahu perihal apa sesungguhnya yang terjadi pada objek tersebut. Ingat bahwa Issac Newton melahirkan Teori Gravitasi dari mengamati buah apel yang jatuh ke bawah dari pohon.
2. Iqra yang kedua yaitu How to learn?
Tahapan ini yaitu tahapan mencari tahu/mengkaji/menguji perihal suatu fenomena yang telah terekam oleh panca indera. Pengkajian secara mendalam membutuhkan banyak sekali literasi dan disiplin ilmu biar diperoleh teori.
3. Iqra yang ketiga yaitu How to understand?
Tahap ini yaitu bagaimana seorang insan memahami secara holistik perihal sebuah fenomena lantaran adanya suatu ikatan alasannya yaitu tanggapan yang dilandasi oleh hasil sebuah pencarian/penelitian/belajar.
4. Iqra yang keempat yaitu How to meditate?
Iqra yang terakhir yaitu tahapan puncak dari pembelajaran yaitu bagaimana menyadari, menghayati dan merenungi keberadaan objek/fenomena di alam raya sebagai kekuasaan Tuhan. Semua pencapaian dari pembelajaran tidak lain yaitu untuk kembali kepada Tuhan sebagai pemilik semua ilmu.
Salah satu bab lain yang saya sukai dari Cambridge Curriculum yaitu dalam mekanisme evaluasi hasil mencar ilmu perserta didik. Pendekatan yang dipakai dalam kurikulum ini lebih banyak didominasi yaitu inkuiri dan sistematika evaluasi dijabarkan dalam silabus mata pelajaran, jadi guru tinggal mambaca dan mengikuti mekanisme tersebut. Ini tentunya menjadi salah satu kelebihan Cambridge disbanding kurikulum nasional yang tidak menjabarkan secara eksplisit perihal sistematika evaluasi berbasis kolaboratif inkuiri. Contoh tahapan inkuiri dalam evaluasi geografi Cambridge yaitu sebagai berikut:
Salah satu bab lain yang saya sukai dari Cambridge Curriculum yaitu dalam mekanisme evaluasi hasil mencar ilmu perserta didik. Pendekatan yang dipakai dalam kurikulum ini lebih banyak didominasi yaitu inkuiri dan sistematika evaluasi dijabarkan dalam silabus mata pelajaran, jadi guru tinggal mambaca dan mengikuti mekanisme tersebut. Ini tentunya menjadi salah satu kelebihan Cambridge disbanding kurikulum nasional yang tidak menjabarkan secara eksplisit perihal sistematika evaluasi berbasis kolaboratif inkuiri. Contoh tahapan inkuiri dalam evaluasi geografi Cambridge yaitu sebagai berikut:
A. MATERI POKOK
PEMUKIMAN DAN POLA KERUANGANNYA
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Siswa menentukan atau menentukan beberapa hipotesa atau tema seputar dilema pemukiman menyerupai berikut:
“pemukiman yang besar akan berdampak pada peningkatan jumlah jasa”
“mobilitas penduduk yang tinggi berkaitan dengan arus barang yang tinggi”
“pelayanan di pemukiman kecil melibatkan komunitas lokal”
C. MENENTUKAN TUJUAN
Siswa mengidentifikasi karakteristik setiap pemukiman dari sisi lokasi, lingkungan, ukuran, populasi, jumlah sentra pelayanan dan dampaknya. Berapa jumlah variabel yang dibutuhkan untuk diinvestigasi?, Jenis data dan peta apa yang dibutuhkan?. Setiap kelompok berdiskusi untuk menentukan variabel tersebut biar nantinya sanggup mendukung dalam pengambilan hipotesa dan solusi.
D. PROSEDUR KERJA
Siswa mengobservasi pola di lingkungan sekitar mengenai kaitan antara pemukiman dengan layanan jasa. Bukti dicatat masing-masing anggota grup dan didiskusikan bersama di kelas. Jika observasi lapangan tidak memungkinkan makan penggunaan google map bisa menjadi solusi.
E. PENGUMPULAN DATA
Penyeleksian data pendukung dibantu oleh guru namun siswa tetap diberikan kebebaasan untuk menentukan jumlah data biar mendukung terhadap pembuktian/hipotesa atas dilema yang terjadi
F. PRESENTASI
Siswa mempresentasikan hasil diskusi dalam sebuah peta, diagram atau media lain yang dirasa mendukung dan bisa dicerna baik oleh responden.
Kurikulum hanya alat saja |
Pada hasilnya setiap guru harus mempunyai kemampuan sebagai manajer kurikulum dengan baik. Pakar kurikulum populer dari Amerika John Dewey pernah berkata ‘’berikan saya kurikulum paling jelek di dunia maka saya akan desain dengan kegiatan mencar ilmu yang menarik biar siswa mencar ilmu dengan baik di kelas’’. Kurikulum intinya yaitu alat bantu dan penggunaan alat tersebut tergantung pada guru itu sendiri (man behind the gun). Sebaik apapun kurikulum tidak akan berarti tanpa guru yang kreatif dan mau belajar. Dari sisi sistematika, alat ukur, dan kedalaman materi saya berkesimpulan bahwa kurikulum Cambridge memang mempunyai konten dan sistematika yang baik lantaran didukung oleh pengalaman dan sejarah panjang dari kurikulum itu sendiri. Kita sebagai guru secara aturan tetap menggunakan kurikulum nasional namun kekurangan-kekurangan yang terdapat pada kurikulum nasional sanggup diatasi dengan mengadopsi pendekatan Cambridge dalam pembelajaran. Baca juga: Benarkah Pendidikan Terbaik ada di Finlandia?
Share This :
comment 0 comments
more_vert