Gunung api ialah fenomena utama yang menyertai evolusi kulit bumi. Hal ini
merupakan hasil faktual dapat dijumpai dalam seluruh waktu geologi. Mengambil konsep kevulkanikan dalam arti luas, sebagai sebuah proses internal maupun eksternal yang menyeluruh merupakan faktor utama dalam evolusi kerak bumi. Kepulauan Indonesia merupakan reprasentasi singkat dari tesis ini. Sejumlah busur orogen sanggup dicirikan dengan baik semenjak zaman Paleosoikum hingga Resen. Sebagian besar diikuti oleh intrusi dan ekstrusi batuan beku dari banyak sekali umur. Pencirian sanggup dibuat oleh batuan beku pra orogen, ofiolit hasil geosinklin, batuan hasil geantiklin berafinitas Pasifik, variasi orogen selesai dari batuan berafinitas Mediteran serta ekstrusi basal olivin pasca orogen. Berikut ini ulasan karakteristik geologi yang terdapat pada setiap pulau utama di Indonesia.
merupakan hasil faktual dapat dijumpai dalam seluruh waktu geologi. Mengambil konsep kevulkanikan dalam arti luas, sebagai sebuah proses internal maupun eksternal yang menyeluruh merupakan faktor utama dalam evolusi kerak bumi. Kepulauan Indonesia merupakan reprasentasi singkat dari tesis ini. Sejumlah busur orogen sanggup dicirikan dengan baik semenjak zaman Paleosoikum hingga Resen. Sebagian besar diikuti oleh intrusi dan ekstrusi batuan beku dari banyak sekali umur. Pencirian sanggup dibuat oleh batuan beku pra orogen, ofiolit hasil geosinklin, batuan hasil geantiklin berafinitas Pasifik, variasi orogen selesai dari batuan berafinitas Mediteran serta ekstrusi basal olivin pasca orogen. Berikut ini ulasan karakteristik geologi yang terdapat pada setiap pulau utama di Indonesia.
Peta Geologi Indonesia |
Kepulauan di Paparan Sunda.
Paparan Sunda membentuk tepi kontinen yang kurang stabil, dikelilingi oleh sistem busur vulkanik Sunda. Ini dikonsolidasikan oleh orogenesa yang terjadi di daerah ini pada Palaesoikum Muda – Mesosoikum Tua. Siklus diatrofisma ini berawal di kepulauan Anambas dan menyebar ke arah timur maritim ke Natuna dan ke arah barat daya ke kepulauan Riau dan Bangka Beliton. Di kepulauan Anambas batuan beku basa (gabro, gabro porfiri, diabas dan andesit) merupakan kelompok batuan renta yang diintrusi oleh batolit granit berumur Permo Trias. Kelompok batuan ini sebanding dengan batuan Permokarbon Pulu Melayu di Kalimantan Barat. Di kepulauan Natuna batuan tertua terdiri dari batuan beku basal (gabro, diorit, diabas, norit, ampibolit, serpentinit dan tufa) yang berasosiasi dengan rijang radiolaria. Ini merupakan tipikal asosiasi ofiolit radiolaria yang sanggup dikorelasikan dengan batuan berumur Permokarbon cuilan dari Formasi Danau (Molengraff) di cuilan utara Kalimantan Barat. Seri yang lebih muda terdiri dari serpih dan konglomerat dengan batuan vulkanik basa berafiliasi dengan batuan berumur Trias cuilan atas di Kalimantan Barat dan di daerah paparan Sunda. Batuan ini diintrusi oleh batolit granit pasca Trias. Pulau Midai yang sangat kecil di barat daya kepulau Natuna merupakan vulkanik basal sub resen.
Kepulauan Riau-Lingga
Batuan vulkanik sanggup disebandingkan dengan batuan gunugapi seri Pahang di Malaysia. Mereka sebagian merupakan batuan berumur Permokarbon dan Trias. Intrusi granit kemungkinan terjadi antara zaman Permokarbon dan Trias Atas. Batolit granit di daerah ini sebagian besar berumur pasca Trias, atau mungkin Yura. Cebakan timah di daerah ini berafiliasi dengan granit pasca Trias. Cebakan timah jarang dijumpai di sebelah timur (Bintan dan Lingga) dan banyak dijumpai di sebelah barat (Karimun, Kundur, Singkep). Jalur timah ini meluas ke tenggara hingga Bangka dan Biliton. Pulau ini terdiri dari serpih dan kuarsit yang sanggup disamakan dengan batuan berumur Trias Atas di kepulauan Riau-Lingga, sebagai busur yang diintrusi oleh batolit granit yang mengandung timah. Batolit granit yang kini tersingkap, kemungkinan merupakan merupakan batuan dasar (basement) regional dari batuan plutonik granit. Karakter kulit bumi paparan Sunda sangat berafiliasi dengan intrusi granit pasca Trias (atau intra Yura), dan dampak ikutannya.
Hamparan Ganit di Kep. Bangka |
Kalimantan
Evolusi geologi jalur utara Kalimantan barat dimulai dengan adanya penurunan geosinklin sesudah pembentukan batuan dasar sekis kristalin Pra Karbon. Kegiatan ini diikuti intrusi batuan basa (gabro) dan ekstrusi (batuan basalan dan basalan andesit dari Seri Molengraaff’s Pulau Melayu). Fase awal dari perlipatan Permotrias, diikuti oleh penempatan batolit, terutama tonalitik. Setelah denudasi berpengaruh sehingga batolit-batolit tersingkap, terjadi proses transgresi Trias Atas. Sedimentasi berlanjut di cuilan barat jalur ini hingga Lias, dan diikuti oleh volkanisme asam hingga menegah. Fasa kedua ialah perlipatan berpengaruh pada zaman Yura. Transgresi Yura atas dan Kapur di daerah Seberuang berumur Kapur (Zeylmans Van Emmichoven, 1939) memperlihatkan adanya interkalasi lava asam dan tufa asam. Pelipatan lemah terjadi jawaban tekanan intrusi diorit pada zaman Kapur Atas. Intrusi berlanjut sebagai intrusi hipabisal dan ekstrusi batuan vulkanik Oligomiosen (terutama andesit hipersten horblenda, dengan banyak sekali verietas asam lainnya). Di cuilan Tersier bawah Cekungan Ketunggan juga merupakan diorit holokristalin menyerupai dikemukakan Zeylmans Van Emmichoven (1939). Pada zaman Kwarter, batuan basal muncul di seputar andetis horblena Niut, sehingga sanggup dikomparasikan dengan erupsi efusif basal Sukadana di Sumatra.Batuan plutonik “Schwaner Zona” merupakan cuilan terdalam yang tersingkap di Kalimantan Barat. Di sini, dari timur ke barat membentuk sentra sumbu sistem pegunungan Palezoikum muda hingga Mezosoikum renta Kalimantan Barat. Evolusi daerah ini dimulai dari pembentukan kompleks batuan dasar sekis kristalin dan geneis. Transgresi terjadi pada Permokarbon yang menghasilkan fasies pelitik dan psamitik dan sebagian endapan batugamping. Pada Permo Trias terjadi intrusi plutonik yang dimulai dengan gabro dan diakhiri batuan lebih asam yang kebanyakan tonalit, batuan beku dalam, dengan lampopir, aplit dan pegmatit. Setelah batuan plutonik tersingkap, pengendapan pelitik dan psamitik terjadi pada zaman Trias Atas. Tidak ada fasies vulkanik Trias Atas yang ditemukan di Zona Schwaner. Selanjutnya terjadi perlipatan yang diikuti oleh alterasi hidrotermal epimagmatik. Pengangkatan berlangsung hingga kini dengan disisipi intrusi selama Tersier .Bagian selatan Zona Schwaner ini terdapat tiga kelompok batuan utama, yaitu batuan plutonik, batuan vulkanik Komplek Matan dan batuan sedimen klastik Komplek Ketapang. Bagian dari batuan komplek Matan dan Ketapang teralterasi oleh intrusi batolit granit. Batuan metamorf dari komplek Matan sanggup dikorelasikan dengan batuan gunugapi seri Pahang di Malaysia dan Kompleks Ketapang berumur Trias Atas. Batuan non metamorf di komleks tersebut diasumsikan sebanding dengan endapan Tersier Bawah dan batuan vulkanik di jalur sebelah utaranya.Di Kalimantan Tenggara terbentang Pegunungan Meratus berumur Pra Tersier berarah utara – selatan. Di Meratus perkembangan batuan beku relatif lebih muda dibanding dengan Kalimantan Barat. Kompleks batuan dasar sekis kristalin di sini berumur Mesosoikum akhir. Orogenesa di Zona Meratus gres terjadi ketika proses pembentukan pegunungan di Kalimantan Barat akan selesai. Zaman Yura geosinklin terbentuk, berikut pengendapan ofiolit dan radiolaria dari Formasi Alino. Kemungkinan Formasi Alino berumur Yura di Kalimantan Tenggara sama dengan batuan Permokarbon Formasi Danau di jalur utara Kalimantan Barat. Formasi Alino dan Paniungan dari zona Meratus diintrusi oleh batuan plutonik. Intrusi yang pertama ini merupakan variasi batuan plutonik asam yang sangat bermacam-macam (dunit, peridodit) yang diakhiri dengan batuan granit plagioklas dan porfirtik. Setelah pengangkatan pertama batuan non-vulkanik ini Zona Meratus mengalami penurunan kembali. Pada zaman Kapur tengah hingga atas terjadi pengendapan dari hasil pengikisan berpengaruh batuan berumur Yura yang terlipat serta masa batuan plutonik peridotit dan granit. Kapur terdiri dari fasies vulkanik dan non-vulkanik. Pada selesai Kapur Zona Meratus mengalami pengangkatan kedua, dan kegiatan vulkanik berlangsung hingga Tersier Bawah. Pengangkatan kedua ini menutup kegiatan siklus orogenesa Zona Meratus. Zona Meratus merupakan pola baik untuk siklus pembentukan pegunungan. Pada zaman Yura dimulai dengan penurunan geosinklin yang diikuti dangan vulkanik bawah maritim dengan proses ofiolitnya, sebagai awal mulainya pembentukan batuan plutonik basa dan ultrabasa. Penurunan geosinklin ini disertai dengan dua kali pengangkatan. Geantiklin pertama terjadi pada zaman Kapur Bawah. Ini didominasi batuan non-vulkanik, berupa batolit granit yang diintrusikan ke sentra geantiklin. Pengangkatan kedua merupakan kegiatan vulkanik dengan inti magmatik dari geantiklin hingga ke permukaan.
Filipina
Kepulauan Filipina sebagian besar terdiri dari batuan beku, sedang batuan sedimen hanya tipis di cuilan permukaan. Seperti halnya yang terjadi di Kalimantan barat dan tenggara, evolusi orogenik di Filipina dimulai dari penurunan geosinklin, yang diikuti dengan intrusi dan ekstrusi batuan basa dan ultrabasa (ofiolit). Hanya saja prosesnya terjadi dalam umur yang lebih muda. Batuan plutonik basa dan ultrabasa merupakan kerangka dasar kepulauan ini dengan intrusi granit yang jarang terjadi. Batuan ini dianggap sebagai batuan yang paling tua, walaupun banyak beberapa argumen bahwa batuan ini lebih muda dari yang diperkirakan.
Maluku Utara
Evolusi geologi Maluku Utara dan kegiatan magmatisme daerah ini sama dengan di Filipina. Penurunan geosinklin mulai terjadi pada Mesosoikum awal. Transgresi di kelompok Halmahera kemungkinan terjadi sesudah kepulauan Sula dan Obi. Batuan abisal di kelompok Halmahera secara umum terdiri aas gabro, norit, peridotit tersepentinitsasi, diorit, kuarsa dan granodiorit. Ofiolit basa dan ultrabasa diitrusi selama penurunan geosinklin. Ada jeda stratigrafi antara Eosen dan Neogen. Pada endapan Neogen dan Kwarter hadir batuan vulkanik menengah hingga asam. Aktivitas vulkanik hadir di Halmahera utara, Ternate dan pulau-pulau kecil lainnya.
Sulawesi
Batuan beku dari banyak sekali komposisi menyusun pulau ini. Bagian utara dan barat Sulawesi disusun oleh batuan beku alkali kapur berumur Tersier. Sepanjang pantai barat hingga lengan selatan dari vulkanik terdiri dari batuan beku alkali-kapur yang melampar luas. Terpisah dengan batuan ini terdapat dilengan utara. Di Sulawesi timur dan tenggara peridotit dan batuan ofiolit lainnya tersingkap luas, dengan batuan vulkanik dan granitit hampir tidak ada. Di Sulawesi utara, barat dan tengah hanya didapatkan ampibol granit. Di Sulawesi terdapat intrusi pada ofiolit berupa batuan beku basa (peridodit dan serpentinit), gabro dan basal (splite). Ofiolit banyak terdapat di Sulawesi utara, barat dan tengah, tetapi tidak tersingkap di lengan timur.
Maluku Utara dan Busur Banda.
Kepulauan ini merupakan ujung yang terpisah dari Sistem Pegunungan Sunda. Pada Mesosoikum jalur orogen daerah ini masih merupakan satu kesatuan dengan Sistem Pegunungan Circum-Australia. Pada Paleozoikum akhir, orogenesa dimulai dengan penurunan geosinklin di Cekungan Banda cuilan tengah. Daerah ini merupakan sentra diatrofisma. Dari sini deformasi menyebar ke arah utara (Sistem Seram) dan selatan (Sistem Tanimbar), yang di dihubungkan oleh sektor Kai dan busur Banda yang hadir hingga Tersier. Evolusi busur banda ini secara umum sesuai dengan proses pembentukan pegunungan dari Kepulauan Indonesia.Saat ini Sistem usur Banda memiliki anomali isostatik negatif yang kuat. Ini memperlihatkan bahwa pada jalur ini terdapat energi potensial yang diperkirakan merupakan busur inti dan kerak batuan sialik dengan densitas rendah. Busur ini belum terkonsolidasi dengan kuat, memiliki temperatur tinggi, dan banyak mengandung gas dengan kekentalan rendah. Kondisi ini memperlihatkan adanya magma aktif yang menawarkan gaya vertikal jikalau kondisi memungkinkan.
Kepulauan Sunda Kecil.
Kepulauan Sunda Kecil merupakan cuilan dari Sistem Pegununggan Sunda. Evolusi orogenesa di daerah berafiliasi dengan Busur Banda. Ada dua deret jenis batuan beku dalam sistem ini (Roevei, 1940). Batuan tertua di Timor berumur Perm, berupa kelompok basal trakit yang memiliki abjad Atlantik lemah. Batuan vulkanik ini dierupsikan pada awal pembentukan geosinklin. Setelah itu Sistem Orogenesa Timor berkembang. Seri lain berupa komplek ofiolit – split, yang berumur Pra Miosen. Batuan ini merupakan bagian dalam dari geosinklin, yang juga sanggup dijumpai secara luas bulat luar Busur Banda. Batuan beku ini memiliki abjad Mediteran yang kontras dengan seri Atlantis. Seri Mediteran bersifat potasik, dierupsikan pada ketika selesai siklus orogenesa, di cuilan dalam busur vulkanik. Contoh dari batuan ini ialah lava yang mengandung leusit dari erupsi G. Batu Tara, Tambora dan Soromandi. Tipe lain di cuilan dalam busur vulkanik Kepulauan Sunda Kecil dibuat oleh granodiorit Tersier. Di Flores terdapat derma berumur intra Miosen, sedang di Lirang maupun Wetar yang diduga berumur Neogen. Di dalam busur vulkanik ini terdapat tiga siklus kegiatan vulkanik: Neogen Tua, Neogen muda dan Kwarter hingga Resen. Dua siklus tertua didorong oleh intrusi batolit granodiorit yang naik hingga beberapa kilometer di bawah permukaan. Pengangkatan terakhir terjadi pada Plio-Plistosen disebabkan oleh pengaktifan kembali vulkanik yang akan padam. Ini merupakan tipikal pembentukan gunungapi di Maluku yang merupakan jalur vulkanik di luar cekungan.
Jawa.
Jawa merupakan cuilan dalam dari busur vulkanik Sistem Pegunungan Sunda. Pada zaman Mesosoikum jalur ini berada di cuilan geantiklin yang jauh di sebelah utara. Di sini ofiolit bercampur dengan sedimen Pra Tersier, contohnya di daerah Luk Ulo dan Ciletuh, Jawa Barat. Batuan Pra Tersier di Luh Ulo terdiri dari sepertinit, gabro dan diabas (Harloff, 1933). Batuan Pra Tersier di Ciletuh juga mengandung batuan beku basa dan asam yang termetamorfosakan (gabro, peridotit dan serpentinit) dengan sekis klorit dan filit. Pada selesai geantiklin Mesosoikum terjadi proses pengangkatan. Pengangkatan pertama bukan merupakan kegiatan non-vulkanik. Akhir Tersier merupakan perioda penurunan. Endapan non-vulkanik berumur Eosen diendapkan secara trangresi di atas komplek batuan dasar Pra Tersier. Selanjutnya pada selesai Paleogen magma hingga permukaan, dan perioda vulkanik berpengaruh dimulai, dengan beberapa memperlihatkan abjad bawah maritim (Andesit tua, siklus awal dari vulkanik Pasifik).Pada Miosen tengah jalur vulkanik Jawa didorong oleh batolit granit hingga granodiorit, sehingga menghasilkan vulkanik-vulkanik Andesit Tua yang sangat basa. Batuan beku holokristalin Intra Miosen kini tersingkap di Merawan, Jiwo, Luh Ulo, Tenjo Laut, Cilaju, Bayah dan lainnya (misalnya tufa dasit atau dasit di Genteng, selatan Tenjolaut) yang mengakhiri siklus vulkanik berafinitas Pasifik.Siklus vulkanik kedua terjadi pada zaman Neogen akhir, yang diakhiri oleh pengngkatan kedua dari busur vulkanik. Selanjutnya siklus ketiga berlangsung terus semenjak Kwarter hingga sekarang. Kenampakan khas dari siklus kedua dan ketiga vulkanik ini ialah intrusi dan ekstrusi sepanjang tepi selatan geantiklin Jawa yang memperlihatkan keanekaragaman batuan-batuan alkali. Intrusi Neogen selesai di Zona Bogor (Jawa Barat) dan Pegunungan Serayu Selatan di Jawa Tengah memperlihatkan abjad essexitic. Pada zaman Kwarter gunungapi yang menghasilkan leusit hadir di timur maritim Jawa yang merupakan sisi dalam geantiklin vulkanik (Muria, Ringgit).
Sumatra
Bukit Barisan di Sumatra dibuat dengan cara menyerupai geantiklin Jawa Selatan. Selama Mesosoikum jalur ini merupakan cuilan muka busur dari geantiklin yang berukuran lebih luas dari Bukit Barisan ketika ini. Endapan di geosinklinal terlipat berpengaruh membetuk isoklin dengan arah gerak dari timur maritim ke barat daya. Proto Barisan masih terdapat batuan non-vulkanik. Sepanjang lereng timur dari geantiklin Barisan berumur Kapur masih terdapat granit yang telah mengalami perlipatan kuat. Busur ini dimulai dari pulau Berhala di selat Malaka utara, meluas di sepanjang Suligi-Lipat Kain dan Lisun-Kuantan, serta melipat berpengaruh hingga sebelah timur danau Singkarak dan Jambi. Umur granit di cuilan utara jalur (pada granit pembawa timah di Berhala dan Suligi-Lipat Kain) diperkirakan Yura. Di cuilan lebih selatan berumur Karbon dan Permokarbon, dan sebagian pasca Trias. Kemungkinan granit di Lampung yang mengintrusi sekis kristalin dan geneis dari komplek batuan dasar renta merupakan cuilan dari lipatan ini.Seperti halnya busur vulkanik Pulau Jawa dan Sunda Kecil, pulau Sumatra mengalami tiga siklus kegiatan vulkanisma. Siklus pertama terjadi pada selesai Paleogen dan diakhiri oleh pengangkatan intra Miosen. Pengangkatan ini diikuti oleh intrusi batolit granodiorit, yang menjadi dasar dari batuan vulkanik Andesit tua. Di permukaan kenaikan magma granit ini diikuti oleh erupsi paroksismal dari letusan Katmaian yang mengeluarkan pedoman tufa asam dengan jumlah yang sangat besar.Sepanjang Neogen atas, siklus kedua kegiatan vulkanik Pasifik terbentuk dan diakhiri oleh pengangkatan Plio-Plistosen. Selanjutnya erupsi paroksismal itu ditutup oleh letusan magma batolit granit yang berada di bersahabat permukaan (Semangko, Ranau, Toba). Demikian juga tufa asam Lampung di Sumatra selatan dan tufa Bantam di Jawa Barat dan di selat Sunda dierupsikan pada periode ini. Akhirnya siklus ketiga terbentuk, menumbuhkan kerucut-kerucut vulkanik di sepanjang Bukit Barisan. Sedikit berbeda terdapat pada erupsi efusif basal olivin resen yang terjadi di Sukadana Lampung. Irupsi celah ini terdapat di tepi perisai kontinen Dataran Sunda, dan sanggup disebandingkan dengan erupsi efusif basal di Midai, Niut - Karimun Jawa.
Pulau Barat Sumatra.
Kepulauan ini memberi citra yang berbeda dari busur luar Sistem Pegunungan Sunda. Selama zaman Tersier jalur ini merupaka palung busur dari Zona Barisan. Pada zaman Eosen, intrusi basa dan ultrabasa yang terserpentinitisasi hadir. Pada zaman Kwarter pembentukan busur geantiklin pada jalur ini dimulai, dan berlanjut hingga ketika ini. Anomali isostatik negatif pada jalur ini mengambarkan adanya energi potensial yang mmungkin muncul. Pengangkatan pertama dari palung busur ini seluruhnya batuan non-vulkanik, dan sesuai dengan hukum umum dari evolusi orogen di Kepulauan Indonesia.
Kepulauan Andaman dan Nikobar
Peristiwa magmatisma dan orogenesa yang serupa terjadi di kepulauan ini. Seri Serpentinit representasi dari ofiolit vulkanik palungbusur lebih renta dari Eosen. Tetapi berdasarkan Chiber (1934) lapisan basal Eosen juga bercampur dengan batuan vulkanik ultrabasa, menyerupai yang terjadi di Nias.
New Guinea.
Di pulau ini terdapat dua sistem orogenesa. Rangkaian pegunungan cuilan tengah merupakan dari Sistem Sirkum-Australian, dan cuilan utara merupakan cuilan dari Sistem Melanisia. Sistem Melanesia terdiri dari busur vulkanik di cuilan dalam dan busur non-vulkanik di cuilan luar. Bagian tengah dari busur vulkanik ini aktif pada zaman Neogen. Bagian utara dibuat oleh busur luar non-vulkanik dari Sistem Melanisia. Di cuilan utara New Guenea juga terdapat aktifitas diatrofisma Pra Tersier yang diikuti dengan kegiatan pembentukan batuan beku. Di pegunungan Cyclope utara tersingkat batuan-batuan ofiolit berupa serpentinit dan gabro yang diintrusi oleh batuan plutonik asam (diorit dan granit). Di Vogelkop intrusi granit mengalami metamorfosa kontak dengan endapan-endapan berumur Yura yang teralterasi. Bagian tengah New Guinea mengalami penurunan geosinklin semenjak zaman Silur. Aktivitas geosinklin pada zaman Oligosen tidak memunculkan batuan vulkanik. Aktivitas vulkanik gres hadir selama Miosen, berikut intrusi batuan plutonik monsonit, syenodiorit, diorit, granodiorit, granit dan lainnya. Akhirnya morfologi ketika ini dibuat jawaban kegiatan vulkanisma selama Kwarter.
Pegunungan Lipatan di Tengah Papua |
Pulau Christmas.
Pulau ini terdiri dari batuan dasar berupa batuan vulkanik bersifat basa dari afinitas Atlantik berumur Tersier. Komposisi batuan beku berafiliasi dengan kegiatan vulkanik lainnya yang berada di Samudera Atlantik, Pasifik dan Hinidia. Yang membedakan dengan kepulauan Indonesia ialah kehadiran alkali kapur dari seri Pasifik yang dominan.
Van Bemmelen. The Geology of Indonesia
Share This :
comment 0 comments
more_vert