Iklan

Krisis Air Dan Cara Mengatasi Krisis Air

Krisis Air Dan Cara Mengatasi Krisis Air
Air merupakan cuilan terbesar dari bumi, namun hanya 2,53 persennya merupakan air bersih. Sebanyak dua pertiga dari air higienis tersebut berupa sungai es (glaser) serta salju permanen yang sulit untuk dimanfaatkan penduduk. Dari waktu ke waktu sumber daya air higienis makin berkurang akhir pertambahan penduduk di bumi.Diperkirakan pada tahun 2045 nanti jumlah penduduk akan menembus sampai angka 9 milyar jiwa. Baca juga: Fenomena el nino dan la nina

Angka yang sungguh fastastik mengingat jumlah lahan yang juga sangat terbatas. Efek yang tidak sanggup dielakkan dari kenaikan jumlah penduduk tersebut yaitu permasalahan air. Pesatnya pertumbuhan penduduk kota membawa konsekuensi yang makin beratnya beban negara dalam menyediakan aneka macam kebutuhan sosial dasar penduduk. Salah satu di antaranya ialah mencari  kebutuhan air higienis dan sanitasi. Banyak negara di dunia, terutama negara berkembang, tidak bisa  untuk menyediakan kebutuhan hidup paling hakiki tersebut.

Baca juga:
Rumus partisipasi angkatan kerja penduduk
Terbentuknya pegunungan Himalaya

Saat ini terdapat 827,6 juta orang  yang tinggal di daerah kumuh tanpa saluran air minum dan sanitasi yang memadai pula. Kondisi jelek menyerupai ini memicu berjangkitnya aneka macam macam penyakit. Menurut Jacques Diouf, eksekutif jenderal organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO), ketika ini memang penggunaan air di dunia naik dua kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam yang lalu, namun ketersediaannya justru akan menurun. Akibatnya, sehingga terjadilah kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk  di bumi. Kondisi ini akan kian parah menjelang tahun 2025 mendtang alasannya 1,8 miliar orang akan tinggal di daerah yang mengalami kelangkaan air secara absolut.

Ancaman krisis air juga semakin faktual di hadapan kita. Kerusakan lingkungan atas penggundulan hutan alasannya penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air  tersebut (catchment area) mengalami penurunan kualitas dan kuantitas alasannya penebangan liar yang semakin marak terjadi. Laju kerusakan di semua wilayah sumber air semakin cepat pula, baik alasannya penggundulan di hulu, dihilir maupun pencemaran pada sepanjang DAS. Kondisi ini tidak saja sebagai bahaya  serius sebagai potensi wilayah sumber air sebagai sumber penyediaan air higienis namun juga mengancam potensi tumbuhan dan fauna di bumi. Baca juga: Cara menjawab soal UN Geografi

WHO (World Health Organization) sebagai Badan Kesehatan Dunia telah menawarkan peringatan bahwa 1,6 juta orang tewas akhir meminum air yang tercemar, kecuali kalau pemerintah telah melaksanakan upaya bersama untuk menjernihkan pasokan air tersebut. Sebanyak 1,1 milyar (sekitar 16.5%) penduduk dunia tidak akan  mempunyai saluran terhadap air minum dan 2,4 milyar (sekitar 35.8%) penduduk dunia  juga tidak sanggup memiliki saluran terhadap sanitasi yang memadai pula. 

Sudah saatnya secara bersama Pemerintah dan masyarakat bersama melaksanakan perbaikan dan pemeliharaan lingkungan secara terus menerus. Untuk tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama hampir pada setiap tahun kekeringan di demam isu kemarau dan banjir di demam isu hujan. Sebagaimana terjadi  pada tahun 2003, defisit air terjadi di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sampai sebesar 13,4 milyar meter kubik. Kondisi kualitas air yang  kan terus cenderung menurun masih ditambah dengan budaya masyarakat yang juga menganggap sungai dan danau sebagai tempat pembuangan limbah padat, sampah, cair, atau air limbah lainnya menjadi faktor utama kelangkaan air. Baca juga: Perbedaan sabana dan stepa
 Sebanyak dua pertiga dari air higienis tersebut berupa sungai es  Krisis Air Dan Cara Mengatasi Krisis Air
Krisis air ialah duduk masalah umum di dunia ketika ini

Bagaimana cara mengatasi krisis air di Indonesia?

Pemenuhan air higienis dan sanitasi yang  juga merupakan domain negara/pemerintah. Pada umumnya kota-kota besar di Indonesia ketika ini  sudah terlihat kedodoran dalam memenuhi kebutuhan air higienis dan sanitasi bagi warganya tersebut. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, pada ketika ini gres bisa memasok 62 persen dari kebutuhan yang ada pula. Dari angka 62 persen itu pun juga banyak yang belum memenuhi standar pelayanan  yang begitu minimal. Untuk mengatasi permasalahan air ini, pemerintah kota di Indonesia juga sanggup mencontoh aneka macam pendekatan yang sudah ditempuh pemerintah kota pada  sejumlah negara, menyerupai Accra (Ghana), Lima (Peru), Alexandria (Mesir), Belo Horizonte (Brasil), Granada (Nikaragua), dan Zaragoza (Spanyol). Baca juga: Gejala perlipatan batuan di litosfer

Kota-kota tersebut telah mengutamakan peningkatan saluran kepada sistem pada suplai air, peningkatan saluran ke akomodasi sanitasi, air higienis untuk warga miskin, dan partisipasi sosial masyarakat, administrasi permintaan, peminimalan kehilangan, juga peningkatan kesadaran melalui pendidikan. Proyek percontohan yang telah dan pernah dilakukan di Alexandria fokus pada perbaikan pada infrastruktur dasar air minum dan  pada saluran air kotor (drainase) serta telah menghadirkan sebuah model gres bagaimana mengimplementasikan administrasi air perkotaan yang terintegrasi (integrated urban water management). Aktivitas yang juga ditempuh antara lain memakai peralatan penghemat air serta memanfaatkan sumber air alternatif untuk pengamanan kualitas air minum dengan memanfaatkan air tanah untuk irigasi areal hijau tersebut. Baca juga: Tipe lava gunung api 

Upaya lain yang telah ditempuh ialah  dengan meminimalkan kehilangan air dari jaringan pipa dengan cara memperbaiki dan memasang instalasi pengukur meter air yang gres pula. Pemantauan dilakukan secara reguler terhadap produksi air dan pengiriman ke lain wilayah-wilayah indonesia, termasuk menindaklanjuti seruan dan kehilangan air bersih. Aktivitas lain yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan air pada perkotaan besar ialah dengan cara melaksanakan pemanenan air hujan. Di Anne Frank and Pedro Guerra Schools di Belo Horizonte, ada sebuah proyek percontohan yang memfokuskan pada penyimpanan dan cara penggunaan air hujan untuk irigasi kebun, lahan komoditas pertanian juga, serta untuk menyiram halaman sekolah. Demonstrasi menyerupai ini sangat baik untuk ajang pendidikan bagi siswa  yang menyangkut aneka macam info perihal air (konsumsi, pemanfaatan, penghematan, dan kualitas air). Baca juga: Soal USBN Geografi dan jawabannya

Gerakan ekonomis air perlu  juga perlu digalakkan kembali di semua sendi kehidupan. Gerakan ini sanggup dimulai dari hal-hal yang sangat kecil, contohnya dengan cara memanfaatkan ulang air buangan untuk menyiram sebuah tumbuhan di halaman atau untuk mengguyur toilet, bahkan juga pada acara ekonomi  tersebut yang paling banyak membutuhkan air, yaitu pada sektor pertanian. Kampanye more crop per drop (makin banyak tumbuhan dengan setitik air) perlu  jugadimasyarakatkan kepada petani melalui aneka macam teknologi budidaya yang lebih ekonomis air.

Gambar: disini
Share This :